Mengenal Arsitek serta UU Arsitek
Oleh : Erlyana Anggita Sari
Ketika menyebut kata ‘Arsitek’, yang ada di benak masyarakat awam adalah seseorang yang menggambar denah rumah atau membuat sketsa bangunan.Namun tidak sesederhana itu, Arsitek merupakan sebutan ahli untuk figur yang mampu memadukan Firmitas (kekokohan/ dayatahan), Utilitas (kegunaan), dan Venustas (keindahan) dalam peran utamanya mewujudkan tata ruang dan tata massa yang harmonis guna memenuhi tata kehidupan masyarakat dan lingkungan.
Pemahaman Arsitek berdasarkan UIA Accord on Recommended International Standards of Professionalism in Architectural Practice and Recommended Guidelines adalah seseorang yang memiliki kualifikasi secara profesional dan akademis dan secara umum terdaftar atau memiliki lisensi atau sertifikat untuk melakukan praktik arsitektur di suatu area lokasi serta memiliki tanggung jawab untuk mengadvokasi perkembangan yang adil dan berkelanjutan, kesejahteraan dan ekspresi cultural dari suatu habitat masyarakat dalam bentuk ruang, bentuk dan konteks sejarah.
Mengacu dari standar profesionalisme arsitek yang tertuang dalam UIA Accord, untuk menjadi arsitek seseorang minimal telah lulus dari pendidikan arsitektur serta memiliki pengalaman minimum dua tahun kerja praktik/magang yang kemudian dilanjutkan dengan mengikuti proses registrasi, sertifikasi dan lisensi.
Pada tanggal 12 Juli 2017, Undang-Undang (UU) Arsitek nomer 6 tahun 2017 akhirnya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. UU Arsitek ini dibuat sebagai bentuk perlindungan hukum bagi arsitek, pengguna jasa arsitek, hasil karya arsitektur serta masyarakat luas sekaligus melengkapi aturan yang sudah dibuat sebelumnya yaitu UU Jasa Konstruksi, UU Bangungan Gedung, dan UU Keinsinyuran. Secara garis besar, Undang-Undang ini membahas mengenai arsitek dan lingkup kerjanya, persyaratan untuk menjadi arsitek, hubungan arsitek dengan masyarakat, pembinaan arsitek, serta tata cara praktek bagi arsitek yang berasal dari luar Indonesia.
Dalam UU Arsitek nomer 6 tahun 2017 pasal 1 disebutkan bahwa Arsitek adalah seseorang yang melakukan Praktik Arsitek dan telah secara sah memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (dulunya disebut sebagai Sertifikat Keahlian (SKA) Arsitek) yang dikeluarkan oleh Dewan Arsitek Indonesia.
Menginduk pada UIA (Union Internationale des Architectes), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) membuat daftar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang arsitek. Kompetensi-kompetensi ini dituangkan di dalam 13 butir Kompetensi Arsitek yang antara lain mensyaratkan pengetahuan mengenai Teknik Arsitektur, pengetahuan mengenai sejarah arsitektur, pengetahuan mengenai dampak lingkungan, serta pengetahuan mengenai manajemen proyek.
Selain harus memiliki 13 kompetensi tersebut, untuk dapat memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek seorang arsitek diwajibkan memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu lulusan pendidikan arsitektur, mengikuti magang selama minimal 2 (dua) tahun penuh dan kemudian mengikuti proses registrasi, sertifikasi dan lisensi. Jadi seperti halnya seorang Sarjana Kedokteran yang harus melalui tahap magang dan uji kompetensi untuk mendapatkan gelar dokternya, seorang yg baru selesai pendidikan sarjana (S1) Arsitektur tidak bisa lagi menyebutkan atau disebut Arsitek jika belum melalui tahapan-tahapan tersebut. Para lulusan S1 tersebut hanya bisa disebut Sarjana Arsitektur/Sarjana Teknik Arsitektur (bergantung gelar Sarjana dari Perguruan Tinggi masing-masing). Apabila seseorang mengaku sebagai Arsitek namun tidak dapat menunjukkan sertifikat ataupun lisensinya, maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam berpraktik, ada beberapa tahapan kegiatan yang termasuk dalam lingkup Kerja Arsitek, yaitu perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau pengkajian.Tahap perencanaan adalah tahapan dimana seorang arsitek melakukan analisa awal terhadap konsep serta desainnya untuk melihat bagaimana hasil karyanya dapat menjawab permasalahan yang ada. Tahap selanjutnya adalah perancangan, yaitu tahap dimana arsitek mewujudkan perencanaan awalnya menjadi sebuah rancangan yang konkrit dan dapat diwujudkan. Setelah gambar rancangan selesai, tahapan selanjutnya adalah proses pengawasan saat konstruksi dilakukan untuk memastikan bahwa pembangunannya sesuai dengan rancangan yang sudah ada. Kemudian, tahapan terakhir adalah pengkajian dimana arsitek melakukan evaluasi terhadap hasil rancangannya setelah rancangan tersebut selesai dibangun dan dihuni.
Dengan adanya UU Arsitek ini, diharapkan masyarakat semakin dapat menghargai profesi Arsitek dan memahami lingkup kerja Arsitek. Arsitek Indonesia juga diharapkan dapat semakin tumbuh dan berkembang serta memiliki daya saing yang tinggi dengan kualitas yang semakin baik. (*)
Sumber : IAI DKI Jakarta